Oleh: Andika Saputra, S.T., M.Sc.*
Setelah menyampaikan materi Arsitektur Islam di Prodi Arsitektur UIN Makassar dalam rangka penyelenggaraan Seminar Nasional, kemudian dilanjutkan dengan makan siang, kami membincangkan pemikiran Sidi Gazalba dalam perjalanan kembali ke hotel diantarkan Bapak Sutrisno. Beliau membuka perbincangan karena hampir selalu dalam ulasan saya mengenai masjid mengutip Gazalba untuk menjelaskan hakikat dan fungsi masjid. Malam sebelumnya saat makan Coto Makassar ketika baru tiba di Makassar selepas waktu isya, beliau juga membuka perbincangan mengenai pemikiran Kuntowijoyo yang juga hampir tidak pernah terlewat ketika saya mengulas Arsitektur Islam.
Memang bisa dikatakan, dua sosok yang saya sebutkan di atas sangat mempengaruhi pemikiran saya dalam mengkonstruksi pemikiran mengenai idealitas masjid dan permasalahannya hingga hari ini. Tanpa menutup-nutupi saya selalu mengatakan berhutang besar kepada keduanya, karena saya tidak mungkin sampai pada posisi pemikiran yang sekarang tanpa kontribusi keduanya. Hal tersebut dengan terang dapat disaksikan dalam buku Kemelut Pandemi di mana bagian pertama secara masif saya mengutip Kuntowijoyo, sementara pada bagian kedua saya berganti mengutip Sidi Gazalba.
Oleh karenanya di mana pun, kapan pun, dan melalui media apa pun saya mengulas masjid dengan mengutip Sidi Gazalba. Inilah yang menjadikan Bapak Sutrisno penasaran untuk mempelajari referensi yang saya kutip berjudul Mesjid: Pusat Peribadatan dan Kebudayaan Islam berangka tahun 1962 yang merupakan hasil penelitian skripsi Gazalba. Walaupun hasil skripsi, karya tersebut menunjukkan kematangan pemikiran Gazalba yang ditunjukkan dengan relevansinya hingga hari ini setelah setengah abad lebih diterbitkan.
Saking seringnya mengulas Gazalba, seorang pegiat SEED Institute, Ferdi yang saat ini juga diamanahi sebagai marbot Masjid Baitul Atiiq, turut penasaran untuk berburu dan mempelajari karya Gazalba. Sampai suatu sore di teras masjid ia menyampaikan apresiasinya terhadap Gazalba dengan mengatakan betapa canggihnya pemikiran pendidikan Gazalba.
Saya selalu berupaya menghindarkan diri dari sikap ideologis yang negatif dengan menilai pemikiran Gazalba telah sempurna, tanpa celah, sehingga menutup diri sebab merendahkan pemikiran lainnya. Sikap inilah yang saya sampaikan kepada Ferdi agar tidak terjebak mensakralkan Gazalba dengan menjelaskan dua kelemahannya.
Pertama, harus disadari Gazalba merupakan seorang Modernis yang berangkat dari capaian khazanah ilmu pengetahuan Barat untuk diserap dan disesuaikan dengan struktur kebangunan Islam. Sebab itulah terlebih dahulu Gazalba berupaya merumuskan struktur kebangunan Islam sebagai Dien yang tidak bisa dilepaskan dari orientasinya untuk membedakan konsep Dien yang dikatakannya khas Islam dengan konsep religion yang mendasari pemahaman agama dalam masyarakat Barat. Sebagai kesimpulan, Gazalba menyatakan perbedaan struktur bangunan Dien yang khas Islam dengan religion yang lekat dengan agama di Dunia Barat.
Kedua, konsekuensi sebagai pemikir Modernis Muslim, Gazalba tidak melakukan kajian terhadap khazanah intelektual Islam terdahulu. Memang ayat Al-Quran dan Hadits dikutip olehnya, tetapi langsung diabstraksi untuk dihasilkan ilmu pengetahuan yang khas Islam, tanpa mengutip sama sekali pendapat dan penjelasan ulama sebelumnya. Dengan kata lain sebagai seorang Modernis, Gazalba menilai tidak lagi relevan capaian pendahulu disebabkan zaman yang berbeda.
Dengan menyadari paling tidak dua kelemahan Gazalba, justru menjadikan kita dapat dengan tepat kapan dan di mana harus mengutip Gazalba, serta ke arah mana mengembangkan pemikirannya. Tidak jauh berbeda dengan kelemahan pemikiran Kuntowijoyo. Setiap dari kita memang berdiri di atas pundak orang besar pendahulu, tetapi kita harus sadar pundak di mana kita berdiri tidaklah sempurna. Pertama, bagaimana pun pundak kita berdiri milik manusia yang tidak luput dari cela. Kedua, realitas kehidupan kita terus mengalami perubahan yang menjadikan pemikiran apa pun harus terus mengalami perkembangan.
Oleh sebab itu masih banyak pekerjaan yang harus kita selesaikan untuk mengembangkan pemikiran yang kita usung seiring perubahan zaman yang hampir tidak dapat dielakkan. Jangan sampai tertidur dan menyadari tidak ada masalah sama sekali pada dua hal tersebut. Jika terjadi, bagi saya itulah intelektual yang buta!**
Penyunting: Ferdi
0 comments: