Rabu, 05 Oktober 2022

APAKAH AGAMA MASIH DIPERLUKAN?


Oleh: Moch. Ferdi Al Qadri*

Terdapat empat fasal yang dipaparkan oleh Prof. Rasjidi dalam buku "Empat Kuliyah Agama Islam pada Perguruan Tinggi", yaitu (1) Apakah agama masih diperlukan?; (2) Apakah semua agama itu sama?; (3) Pengelompokan agama-agama di dunia; dan (4) Agama Islam adalah agama samawi terakhir. Keempat fasal ini diuraikan penulis secara berurutan. Fasal terdahulu menjadi pondasi fasal berikutnya. Maka untuk memahami secara utuh gagasan buku, wajih membaca buku ini dari awal sampai akhir. Buku ini ditulis untuk dijadikan bahan ajar mata kuliah Pendidikan Agama di Fakultas Kedokteran dan Psikologi UI.

Di fasal pertama, penulis mengangkat sebuah pertanyaan penting di zaman modern (buku ini pertama kali terbit tahun 1974): Apakah agama masih diperlukan?

Pada fasal ini beliau memaparkan bagaimana kebangkitan sains modern yang "menafsirkan keadaan alam dan kejadian-kejadian di dalamnya secara mekanis, dengan daya alam itu sendiri dan tidak memerlukan adanya Tuhan", serta kemampuan dan perhatian manusia sepenuhnya diarahkan untuk menguasai alam menimbulkan Deisme, manusia yakin akan adanya Tuhan tetapi "tidak mempunyai kekuasaan terhadap alam dan manusia" (h. 5-7).

Pemikiran mengenai perkembangan cara berpikir manusia oleh penganjur terbesar aliran positivisme, August Comte lalu dihadirkan pada fasal ini. Tiga tingkatan ini terdiri dari: (1) ētat theologique (tingkat teologi), (2) ētat metaphisique (tingkat metafisik), dan (3) ētat positive (tingkat positif) (h. 10) untuk dikontekstualisasikan dengan perkembangan cara berpikir masyarakat yang hidup di Indonesia. 

Penelaahan terhadap tahap perkembangan cara berpikir manusia ini lalu dikoreksi oleh penulis. Pertama, penguasaan terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi tidak mampu sepenuhnya menghilangkan kepercayaan (kebutuhan) manusia terhadap Tuhan (teologi) dan tahayul (metafisik). Ini misalnya terjadi ketika saat itu DPR mengadakan sedekah bumi kepada Ibu Pertiwi disertai iring-iringan membawa keris dengan hormat dan khidmat untuk memohon kehidupan yang tentram di muka bumi (h. 17).

Kedua, menurut penulis ketiga tingkat ini tidak terjadi secara evolutif sebagaimana disampaikan Comte, melainkan bisa terjadi pada waktu yang bersama-sama di suatu tempat tertentu. Selain itu, dalam diri seseorang bisa memiliki lebih dari satu tingkat kesadaran. Misalnya yang terjadi pada salah seorang profesor di UI yang seharusnya memiliki cara berpikir positivistik. Tetapi di lain waktu profesor tersebut berkonsultasi ke dukun dan mengikuti aliran kebatinan tertentu (h. 18).

Ketika manusia meniadakan agama setelah sampai ke tingkat positif, mereka lalu mengalami krisis makna/pegangan hidup. Tidak sedikit masyarakat Barat yang mulai mencari kembali pegangan hidup mereka dengan menganut agama Budha, menganut aliran spiritual, dan lain sebagainya. Penyebab krisis ini tidak lain karena manusia tidak hanya memerlukan pemecahan soal-soal hidup yang bersifat materil, melainkan juga spirituil. Sehingga agama menjadi poin penting untuk menyelesaikan soalan ini (h. 23). Dengan kata lain, manusia tetap membutuhkan agama.

Setelah jawaban untuk pertanyaan pertama ditemukan, yaitu agama masih sangat diperlukan, muncul pertanyaan selanjutnya: apakah semua agama itu sama?

Prof. Rasjidi menjawab pertanyaan ini pada fasal kedua diawali dengan cerita tentang 4 orang buta yang diminta secara bergilir untuk menyentuh seekor gajah dan mendeskripsikannya. Tentu saja keempatnya dibiarkan menyentuh bagian yang berbeda, sehingga kesimpulannya pun berbeda (h. 25). Narasi inilah yang seringkali diangkat oleh mereka yang mengatakan kalau kemampuan manusia tidak akan cukup untuk menjelaskan kebenaran agama.

Argumentasi ini lalu mengarah para keyakinan kalau semua agama itu inti dan Tuhannya sama saja, hanga saja cara menyembahnya yang berbeda-beda. Tidak penting agama apa yang dianut, perbuatan baik kepada manusialah yang harus dilakukan dengan sungguh-sungguh agar mendapat kasih Tuhan (h. 29). Bahkan ada yang berpendapat kalau tidak ada agama yang mengandung kebenaran mutlak. Semua agama itu relatif dan hanyalah instrumen (alat) untuk mencapai tujuan (Tuhan) (h. 33).

Perbedaan di antara agama-agama ini lalu diberikan beberapa contoh sebagai perbandingan, salah satunya ialah sistem kasta dalam agama Hindu. Pembagian derajat manusia dari yang tertinggi (Kasta Brahman, meliputi kalangan ahli agama) sampai yang terendah (Kasta Sudra, meliputi rakyat jelata dan hamba sahaya). Tentu saja kasta Sudra dipandang sangat rendah dan mereka tidak boleh bergaul selain kalangan mereka sendiri (h. 36).

Selain perbedaan mencolok dalam bidang kemasyarakatan, perbedaan juga terjadi dalam bidang ketuhanan/teologi. Yang paling jelas dan tidak pernah berubah mengenai doktrin keesaan Tuhan ini adalah agama Islam, sebagai termaktub dalam QS. Al Ikhlas: 1-3. "Tauhid mendapat penegasan yang terang dalam Islam" (h. 39). Ini berbeda misalnya dengan agama Kristen yang melalui jalan cukup panjang untuk sampai kepada keyakinan mengenai Trinitas (h. 39-47).

Setelah menegaskan bahwa semua agama itu tidak sama, Prof. Rasjidi melanjutkan penjelasannya mengenai pengelompokan agama-agama di dunia pada fasal ketiga. Terdapat beberapa pendapat mengenai pengelompokan ini. Ada yang mengelompokkan secara geografis (agama di Jepang, Cina, Barat, dll). Ada juga yang menggunakan analogi piramid yang terdiri agama primitif di bagian alas, disusul agama Taurat (Yahudi dan Islam) di lapisan di kedua, lapisan berikutnya adalah agama kelepasan (Hindu dan Budha), dan puncaknya adalah agama Kristen. Lalu ada juga yang menggolongkan agama-agama dalam dua jenis, yakni agama-agama alamiyah (natural religions) dan agama-agama samawi (revealed religions) (h. 50-53).

Setelah menjelaskan perkembangan agama-agama alamiyah (h. 53-74), penulis melanjutkan penjelasannya mengenai perkembangan agama samawi di fasal keempat.**


(bersambung ke tulisan saya berjudul "Agama Samawi Terakhir")

_____

*Pegiat SEED Institute

**Tulisan ini diunggah pertama kali di status Facebook penulis dengan judul "Resume Buku Empat Kuliyah Agama Islam di Perguruan Tinggi karya H.M. Rasjidi (1)" pada hari Rabu, 21 September 2022.

Editor: Ferdi

Sebelumnya
Next Post

0 comments: