Oleh: Moch. Ferdi Al Qadri*
Fasal keempat diberi judul "Agama Islam adalah agama samawi terakhir" oleh penulis. Pada fasal ini pula, gagasan pokok buku ini berada. Setelah menegaskan betapa tetap pentingnya agama di zaman modern dan perbedaan di antara agama-agama yang ada, pada fasal ini Prof. Rasjidi memberikan penjelasan historis agama samawi.
Ada tiga agama yang digolongkan sebagai agama samawi oleh para peneliti, yakni agama Yahudi, Kristen, dan Islam. Secara ilmiah agama samawi berawal dari Nabi Ibrahin as. yang hiduo sekitar tahun 1900 SM. Keturunan Nabi Ibrahim as. inilah yang nanti akan melahirkan jajaran Nabi dan Rasul yang diawali oleh Ismail as. (permulaan garis keturunan Nabi Muhammad saw), Ishak as. (permulaan generasi Nabi-nabi Yahudi sampai Nabi Isa as.). Keturunan Bani Israil (Nabi Ya'kub as., anak Nabi Ishak as.) inilah yang nanti banyak diperbudak oleh Fir'aun untuk mendirikan piramida-piramida besar dalam sistem kerja-paksa (h. 76).
Tercatat melalui Bani Israil ini lahir nabi-nabi Yahudi baik yang diceritakan dalam Al Quran (di antaranya Musa, Ilyas, Sulaiman, dll.) maupun tidak (di antaranya Amos, Hasea, Isaiah, Micah, Ezekiel, dll.).
Perjalanan agama Yahudi (Bani Israil) ini kemudian sampai pada akhir sejarahnya ketika umat Yahudi terpecah menjadi 3 golongan, yaitu Sadducees (kelas atas dan ahli agama), Pharisses (kelas menengah dan terpelajar), dan Essenes (kelas bawah/rendah). Nabi Zakaria as. dan Nabi Yahya as. termasuk di antara kaum Essenes ini (h. 81).
Nabi Isa as. lahir dalam suasana kaum Sadducees merajalela, khususnya para ahli agama (yang juga kaya raya karena banyak memeras harta umat umatnya) memaksakan hukum agama kepada masyarakat, tetapi mereka sendiri kurang beriman (h. 81).
Ketika Nabi Isa as. berumur ±30 tahun, ia dibaptis oleh Nabi Yahya as. secara kaum Essenes. Nabi Yahya as. mengakui keutamaan Nabi Isa as. melebihi dirinya, yang bahkan tidak senilai dengan sepatu Nabi Isa as. (h. 82). Nabi Isa as. melakukan tugas kenabiannya dengan lebih banyak berinteraksi dengan masyarakat kelas rendah (rakyat jelata dan para nelayan yang miskin dan sakit). Sikapnya yang lembut terhadap mereka yang tertindas, berbanding terbalik dengan sikapnya yang melaknat kaum para penindas (dari golongan Pharisees dan Sadducees). Sikapnya ini misalnya terekam dalam Matheus 27: Cilaka bagi kamu, hai ahli Taurat dan orang Pharisi, orang munafik! Karena kamu seumpama kubur yang bersapu kapur; sungguhpun dari luar kelihatan elok, tetapi di dalamnya berisi tulang orang mati dan berbagai najis (h. 82-83).
Atas sikapnya itulah golongan Pharisees dan Sadduces murka dan dengki kepadanya. Hingga mereka mengadakan suatu rencana untuk membunuh sang nabi. Menurut riwayat Injil Nabi Isa berhasil ditangkap untuk kemudian diadili dan disalib. Akan tetapi kisah ini dibantah oleh Al Quran yang menegaskan bahwa Nabi Isa tidak mati dalam penyaliban, melainkan orang lain yang menggantikannya. Sedangkan ia naik ke hadirat Tuhan (h. 84).
Ajaran Nabi Isa as. untuk mengesakan Tuhan berlanjut kepada para sahabat terdekatnya, dan seterusnya hingga pada tahun 325 M diadakan Konsili Nicea (terletak di daerah Turki sekarang). Dua aliran yang bertentangan antara Arius dan Athanasius berdebat mengenai hakikat zat Tuhan Anak (Nabi Isa) dan Tuhan Bapak (Allah). Sejak inilah perdebatan mengenai Trinitas dimulai dan menjadi perselisihan yang panjang (h. 89-94).
Memasuki Abad Pertengahan, institusi Gereja memgambil alih fungsi kerajaan ketika Kerajaan Romawi Barat mulai berceceran akibat "pertengkaran" yang tiada henti (h. 94). Sampai akhirnya terpecahnya agama Kristen menjadi Katolik dan Protestan terjadi pada tahun 1517 yang diprakarsai oleh seorang Pendeta Jerman, Martin Luther (h. 98).
Setelah cukup menjelaskan mengenai agama Yahudi dan Kristen, Prof. Rasjidi beranjak pada agama Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad saw. Ia lahir pada tahun 571 M di Mekkah dari keluarga terhormat (keluarga Abdul Muthalib), akan tetapi ia termasuk dalam orang yang tidak berada. Kondisi ini diperparah setelah kedua orang tuanya meninggal semasa kecil. Ia lalu dirawat oleh Abu Thalib (pamannya) (h. 98-99).
Perkenalannya dengan Khadijah bermula ketika Muhammad berumur 24 tahun. Saat itu ia dipercayakan sejumlah barang dagangan oleh Khadijah dalam perjalanan dagang. Perangainya yang baik dan kesuksesan perniagaannya kemudian dilaporkan oleh Maisarah (pelayan Khadijah). Maka Khadijah meminta agar Muhammad rela menikah dengannya. Saat itu umur Nabi saw. 25 tahun dan istrinya 40 tahun (h. 99).
Meskipun kehidupan materil Muhammad cukup terjamin, ia selalu meninggalkan kehidupan kota Mekkah yang ramai, menuju tempat yang sunyi di pinggir kota (Gua Hira) selama berhari-hari dengan membawa bekal dari istrinya. Permenungannya yang seperti biasa itu dikejutkan oleh kejadian yang sangat tidak biasa: ia didatangi oleh Malaikat Jibril. Pertemuan dengan Jibril itu membuatnya sangat takut hingga ia lari menuruni gunung berbatu, pulang ke rumah, dan menutup dirinya dalam selimut sambil gemetar. Istrinya yang selalu memperhatikan kesehatan dan kebiasaan suaminya merasa terkejut dan aneh dengan kejadian itu. khadijah lalu lalu bertanya kepada Warakah bin Naufal (sepupunya) yang beragama Masehi (Kristen) tentang kejadian ini. Warakah menerangkan bahwa pertemuan dengan Malaikat Jibril itu serupa dengan nabi-nabi sebelumnya. Kejadian itulah yang akan menjadi awal perubahan sikap yang drastis kaum Quraisy terhadap Nabi saw. dan ia akan banyak ditentang oleh kaumnya itu (h. 99-100).
Setelah itu Rasulullah saw. Menjalankan tugas kenabiannya selama 23 tahun (13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah). Ia juga banyak bergaul dengan kaum papa sebagaimana nabi pendahulunya. Pada masa kenabiannya ini, Rasulullah saw. melewati banyak perang untuk mempertahankan diri dari ancaman musuh-musuhnya selama mendakwahkan Islam. Di antaranya perang Badar, Uhud, dan Khandak (h. 100).
Berbeda dengan Kitab Perjanjian Lama (kitab umat Yahudi sebelum Nabi Isa as., asalnya berbahasa Ibrani) dan Perjanjian Baru (bermula dari karya perorangan seperti Injil Mateus, Markus, dll., asalnya berbahasa Yunani dan baru diterjemahkan secara serius di akhir abad ke-20) (h. 96-98), Al Quran sebagai kitab suci agama Islam telah diabadikan dalam bentuk tulisan dalam berbagai media dan ingatan para sahabat Nabi saw. di masa hidupnya. Pembukuan secara resmi dilakukan sejak masa Khalifah Abu Bakar dan selesai pada masa Khalifah Ustman. Jika diakumulasikan hanya ±15 tahun setelah wafatnya Nabi saw. Dan mulai saat itu hingga sekarang ini, teksnya tidak pernah berubah, baik redaksi maupun urutannya, tidak mengalami penambahan dan juga pengurangan (h. 100-101). Selain Al Quran, Nabi saw. juga telah mewariskan petunjuk dalam setiap kehidupannya untuk menjadi pedoman umat manusia yang kemudian dibukukan mulai dari Imam Bukhari, Imam Muslim, dan yang lainnya baik itu petunjuk peribadatan sampai kehidupan keseharian (h. 101).
Berbeda dengan nabi-nabi pendahulunya yang memiliki lingkup terbatas hanya pada suku atau wilayah tertentu, ajaran Islam yang dibawa oleh Rasulullah saw. bersifat universil dan tidak lekang oleh waktu. Keterangan ini juga diabadikan dalam Al Quran, bahwa Nabi Muhammad adalah rahmat bagi seluruh alam (h. 101).
Pokok ajaran agama Islam adalah Tauhid, sebagaimana juga pokok ajaran Nabi Ibrahim as., Musa as., Zakariya as., Yahya as., hingga Isa as. dan tidak pernah mengalami perhubahan. Sebagai agama, Islam tidak hanya mengurusi soal ibadah yang bersifat ritual saja, melainkan juga hubungan antara sesama ciptaan Tuhan (kepada alam dan sesama manusia). Islam adalah agama yang mengakui kedudukan akal sebagai sumber ilmu dan inj disebutkan puluhan kali dalam Al Quran, seperti perintah untuk membaca, berpikir, dsb. Oleh karena itu Islam melarang para penganutnya untuk mengikuti secara membabibuta ajaran nenek moyangnya (h. 102-103).
Islam adalah agama yang menjujung kemerdekaan, melarang paksaan dan penganiayaan. Islam memerintahkan untuk bersikap toleran terhadap agama lain, di samping tetap tegas mempertahankan diri sebagai seorang Muslim. Setelah berumur 14 abad ini, sumber petunjuknya yang utama, Al Quran yang terdiri dari 6243 ayat dan ribuan hadits tetap menjadi pedoman bagi umat Islam. Penjabarannya secara khusus dalam bidang-bidang tertentu juga masih terus dilakukan sebagai sikap dinamis, akan tetap tidak pernah merubah intinya yang tetap (h. 103-104).
"Dengan kembali kepada Al Quran, manusia kembali kepada Allah dan kepada alam, serta mempererat hubungan antara sesama manusia" (h. 104).
Demikian Prof. Rasjidi menutup uraiannya dalam buku ini. Wallahu a'lam.**
(lanjutan tulisan sebelumnya berjudul "Apakah Agama Masih Diperlukan?")
_____
*Pegiat SEED Institute
**Tulisan ini diunggah pertama kali di status Facebook penulis berjudul "Resume Buku Empat Kuliyah Agama Islam pada Perguruan Tingg (2)" pada hari Rabu, 21 September 2022.
Editor: Ferdi
0 comments: