Minggu, 03 April 2022

KONSEP BARU PUASA

 

Sumber: Koleksi pribadi

Oleh: Moch. Ferdi Al Qadri*

Judul tulisan ini saya ambil dari salah satu sub-bab dalam buku Sidi Gazalba berjudul Asas Agama Islam: Pembahasan Ilmu & Filsafat tentang Rukun Islam, Ihsan, Ikhlas, Taqwa. Buku ini diterbitkan pertama kali oleh Penerbit Bulan Bintang pada tahun 1975. Menurut Gazalba, Islam telah mengangkat puasa ke tingkat yang tinggi, melebihi puasa yang terdapat dalam agama-agama lainnya (setelah beliau membandingkannya).

Sidi Gazalba (1975) mendefinisikan puasa sebagai “ibadat kepada Allah dengan jalan menahan diri dari makan, minum, bersetubuh dan laku-perbuatan yang dapat merugikan pendidikan kemauan dalam rangka membina taqwa, dari fajar hingga maghrib.” (h. 140).

Berpuasa selama satu bulan merupakan proses menahan diri dari berbagai nafsu manusia meliputi makan, minum, berhubungan suami-istri, dan melakukan berbagai hal yang kurang/tidak bermanfaat. Nafsu-nafsu tersebut merupakan fitrah yang ada pada tiap-tiap manusia. Puasa bukanlah untuk mematikan/melenyapkannya, melainkan untuk mengendalikan/mengontrolnya.

Menahan diri selama bulan puasa menurut Gazalba merupakan proses pendidikan kemauan. Kemauan yang dimaksud di sini adalah kemauan untuk tunduk pada perintah Tuhan dengan menahan diri sejak subuh sampai maghrib. Jika nafsu belaka yang menguasai manusia, kerusakanlah yang akan terjadi. Puasa mendisiplinkan jiwa manusia agar dapat mengendalikan nafsunya.

Proses pendidikan ini dalam rangka membina taqwa, la’allakum tattaquun. Tattaquun dijabarkan dari kata ittaqaa yang artinya “melindungi barang dari sesuatu, yang merusak atau merugikan, atau melindungi diri dari sesuatu, yang dikhawatirkan berakibat merusak atau jahat.” (h. 147).

Mengerjakan puasa berulang-ulang selama sebulan setiap tahunnya, menurut Gazalba (1975) merupakan sistem pendidikan agar terbentuk tabiat muttaqiin, yaitu orang yang mampu menjaga hubungan dengan Allah swt. dan terlindung dari kejahatan (shalat menurutnya terlebih dahulu mencegah manusia dari berbuat kejahatan).

Hikmah Puasa

Hikmah puasa terdiri dari tiga dimensi, yaitu akhlak, sosial, dan jasmani.

Puasa mendidik manusia mendisiplinkan akhlaknya untuk senantiasa menuju amal saleh dan menjauhi amal salah, amar ma’ruf nahi munkar. Terdapat pertarungan di dalam diri manusia antara kemauan baik dan kemauan buruk.

Sebagai lembaga pendidikan ruhani, puasa di bulan ramadhan akan memperkuat daya kontrol nafsu. Hasilnya adalah di bulan-bulan berikutnya, di hari-hari lainnya, kemudian selanjutnya di setiap saat, manusia mampu mengendalikan nafsunya. Kemauan untuk senantiasa berbuat baik akan melahirkan perbuatan baik pula, yang kemudian menjadi tabiatnya sebagai manusia. Kemauan baik mengalahkan kemauan buruk.

Mengenai nilai sosial ibadah puasa, saya akan mengutip dua paragraf penuh uraian Sidi Gazalba (1975),

Dengan lapar dan haus yang dirasakan ketika puasa, sadarlah Mu’min betapa penderitaan orang tak punya itu menderita, sekarang ia tidak hanya tahu bahwa orang tak punya itu menderita, sekarang ia tidak hanya sekedar tahu yang bersifat teori (hasil pemikiran rasional), tapi merasakannya sendiri, yang bersifat praktek. Sekedar tahu hanya mampu melahirkan teori. Tetapi mengetahui dan menghayati yang membentuk kesadaran, inilah yang akan melahirkan amal saleh, yaitu praktek.

Setelah sebulan Mu’min itu merasakan penderitaan orang-orang miskin, pada akhir bulan itu diujilah dia, apakah rasa sosial itu telah tumbuh. Disuruh ia memberikan sebagian bahan makanannya kepada orang miskin dengan zakat fitrah. Kalau ini dikerjakannya dengan ikhlas, ditingkatkan solidaritas sosial itu dengan menyuruhnya memberikan sebagian dari uang atau hartanya kepada orang tak punya dengan zakat mal. Kalau ia merasa terpaksa membayarkan zakat atau tidak mengeluarkannya sama sekali, puasanya belum lagi ihsan berlangsung, ia belum lagi berbuahkan sosial. Tahun depan didikan itu diulang kembali, selanjutnya diulang kembali (sesuai dengan kaidah ilmu dididik), sehingga terujudlah nilai sosial dari puasa.” (h. 153).

Puasa minimal satu bulan dalam setahun bertujuan untuk mengistirahatkan organ pencernaan dari tugas mengolah makanan tiada henti setiap hari.

Manusia setiap harinya beristirahat (tidur) beberapa jam untuk memulihkan diri. Siswa yang bersekolah memerlukan libur sekali dalam satu pekan agar otaknya tidak kepayahan dan menyebabkan kualitas belajarnya berkurang. Pekerja membutuhkan waktu istirahat untuk menyegarkan diri dari segala rutinitas kerja.

Istirahat dari berbagai kebiasaan (makan, minum, berhubungan, dan perbuatan kurang/tidak bermanfaat) selama paling sedikit satu bulan dalam setahun, manusia akan mendapatkan kesegaran kembali dan meningkatkan kualitas hidup jasmaniahnya (tidak hanya perut).

Wallahu a’lam.

___

*Pegiat SEED Institute, Mahasiswa UMS


Sebelumnya
Next Post

1 komentar: