Siapa yang tidak kenal dengan Imam Al-Ghazali? Kebesaran sang Hujjatu’l-Islam tak hanya di dunia Islam, melainkan sampai juga ke belahan dunia Barat. Sebagai seorang ulama yang agung, pelajaran tidak hanya kita dapatkan melalui berbagai kitab keilmuan karya sang Imam. Akan tetapi, perjalanan kehidupan intelektualnya sampai ke tahap puncaknya pun dapat menjadi petunjuk bagi kita yang sedang berjalan mencari kebenaran.
Buku dengan judul lengkap “Agar Tak Salah Jalan: Otobiografi Intelektual
Al-Imam Al-Ghazali (w. 505 H/1111 M)”, merupakan penerjemahan yang kesekian
kalinya dalam bahasa Indonesia. Terjemahan bahasa Indonesia paling awal berjudul “Pembebas dari Kesesatan” oleh Abdullah bin Nuh pada tahun 1962.
Sebelumnya kitab Al-Munqidz Mina’D-Dalal ini juga sudah diterjemahkan
beberapa kali dalam berbagai bahasa, seperti Prancis, Inggris, Jerman, Belanda,
Spanyol, dan Hungaria.
Penulisan kitab ini dilatarbelakangi oleh permintaan saudara seiman sang Hujjatu'l-Islam untuk menjelaskan perjalanannya dalam melepaskan diri dari belenggu taklid, mengarungi hutan belantara ilmu, hingga menjemput ‘ilmu’l-yaqin.
Buku terjemahan oleh Akhmad Rofii Damyati ini terdiri dari tiga bagian,
yaitu biografi singkat Imam Al-Ghazali, analisis isi kitab, serta teks dan
terjemahannya. Dengan adanya biografi singkat, pembaca diantar terlebih dahulu
untuk mengenal pemilik rumah sebelum bertamu. Analisis penerjemah kitab ini membantu
menjelaskan relevansinya dengan kehidupan kita hari ini.
Yang baru dari buku ini teks Arab dan terjemahannya dihadirkan dalam dua
sisi, masing-masing di kanan dan kiri. Setiap paragraf juga diberikan nomor
agar pembaca mampu mencocokkan kedua sisinya.
Empat jalan kebenaran
Imam Al-Ghazali meringkas jalan untuk mencari kebenaran menjadi empat
kelompok, yaitu 1) Jalannya ahli Kalam, 2) Jalannya kaum Esoterisme (Syi’ah),
3) Jalannya ahli Filsafat, dan 4) Jalannya kaum Sufi. Perjalanan beliau dimulai
dari yang pertama, sampai akhirnya menemukan kebenaran yang hakiki di jalan yang keempat.
Setiap jalan yang Imam Al-Ghazali lalui dipelajari secara mendalam
terhadap karya-karya mereka yang otoritatif. Beliau juga memberikan catatan dan komentar,
serta sampai kepada penguatan argumentasi ilmu tersebut yang bahkan belum
terpikirkan oleh ilmuan di kalangan mereka sendiri.
Berbagai kitab karya beliau juga merupakan penguraian dan komentar
terhadap keempat kelompok ini. Beliau terlebih dahulu membaca, mendiskusikannya,
merenungkannya, meninjau ulang pemahamannya, kemudian baru menuliskan kitab
penjelas dan komentar.
Menurut Imam Al-Ghazali, kelemahan dan kerusakan suatu jenis ilmu tidak akan diketahui apabila seseorang tidak mampu mencapai puncak dari ilmu tersebut dan mampu melampaui tingkatan para ahli ilmunya.
Mencapai Kebenaran yang Hakiki
Pada puncak karirnya sebagai guru besar di Madrasah Nidzamiyah, Imam Al
Ghazali mengalami skeptis yang sangat kronis hingga menggerogoti jiwanya.
Beliau merenungkan niatnya dalam mengajar yang selama ini, ternyata
dilandasi oleh keinginan untuk mencari kedudukan dan reputasi. Selain itu ilmu
yang dikuasai dan diajarkannya tidaklah mengantarkannya lebih dekat kepada
Allah swt.
Rasa gundah yang bermula di hati ini akhirnya menimbulkan ketakutan dan
kesedihan bagi sang Imam. Lisannya menjadi lumpuh dan fisiknya menjadi sangat
lemah. Penyakit di hati telah menjalar ke seluruh badan!
Fase baru dalam kehidupan beliau dimulai ketika Allah mengabulkan doanya
agar dipalingkan dari harta dan pangkat, keluarga dan kolega. 10 tahun
perjalanan spiritual Imam Al Ghazali menyelami lautan kaum Sufi (suluk).
Tasawwuf lah yang paling berjasa menyembuhkan penyakit kronisnya, serta
mengantarkannya mencapai kebenaran yang hakiki. “Perjalanan mereka (para Sufi) adalah
sebaik-baik perjalanan hidup; jalan mereka adalah sebenar-benar jalan; serta
akhlak mereka adalah sebersih-bersih akhlak” ungkapnya.
Pada dasarnya manusia terlahir dalam keadaan fitrah. Keadaan eksternal
di luar diri manusia lah yang kemudian menutupi fitrahnya dan menjadikannya
salah arah. Tasawwuf inilah yang menjadi jalan menyucikan kembali jiwa manusia.
Mengembalikannya kepada fitrah.
Dalam perjalanannya menemukan kebenaran, menjemput ‘ilmu’l-yaqin,
Imam Al-Ghazali mengajarkan kita betapa manusia sangat mudah lalai dan salah
jalan.
Imam Al-Ghazali menemukan kebenaran yang haqiqi melalui jalan para Sufi.
Akan tetapi beliau tidak menyimpulkan bahwa jalan lainnya tidak mengantarkan
kepada kebenaran. Sebagaimana penyakit, setiap orang memiliki obat yang
berbeda-beda. Tidak ada satu obat untuk semua penyakit. Maka beliau tidak
menafikan orang yang menemukan obatnya di tiga jalan lainnya.
Petunjuk sudah diberikan. Jalannya sudah dijabarkan. Kapan kita mau berjalan?
Judul: Agar Tak Salah Jalan (Judul asli: Al-Munqidz Mina’D-Dalal)
Penulis: Hujjatu’l-Islam Al-Imam Al-Ghazali
Penerjemah: Dr. Akhmad Rofii Damyati, M.I.S.
Genre: Otobiografi
Penerbit: Institute Pemikiran dan Peradaban Islam (InPAS) Surabaya
Tahun Terbit: 2020
Jumlah Halaman: x + 199
ISBN: 978-623-95420-1-6
Dirensensi Oleh: Moch. Ferdi Al Qadri
0 comments: